Bondan Haryo Winarno lahir di Surabaya pada 29 April 1950. Sejak kecil, ia tumbuh dengan rasa ingin tahu yang besar dan kegemaran membaca. Minatnya pada sastra membuatnya gemar menulis cerita dan mengamati kehidupan di sekitarnya. Meski sempat menempuh pendidikan di jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, ia tidak menyelesaikannya karena kendala finansial. Keputusan itu justru membawanya menjelajahi berbagai bidang, dari periklanan, penerbitan, hingga jurnalisme.
Kariernya dimulai pada akhir 1960-an ketika ia bekerja sebagai juru kamera di sebuah lembaga pertahanan. Di sela pekerjaannya, ia aktif mengirimkan tulisan ke media cetak. Cerpen dan artikel yang ia buat menarik perhatian pembaca, membuka pintu untuknya berkarier penuh di dunia jurnalistik. Ia kemudian bergabung dengan berbagai media, baik di Indonesia maupun luar negeri, mengasah kemampuannya menulis dan mengelola redaksi.
Pada dekade 1980-an, Bondan dipercaya menjadi redaktur kepala di sebuah majalah bisnis ternama. Kepiawaiannya mengelola konten dan membangun jaringan membuat namanya dikenal luas di kalangan jurnalis. Ia juga pernah memimpin perusahaan di luar negeri, menjadi konsultan, dan memegang berbagai posisi strategis di organisasi internasional. Semua pengalaman itu membentuk wawasan luas dan kedisiplinan kerja yang kelak mempengaruhi karyanya di bidang kuliner.
Salah satu momen penting dalam hidupnya terjadi ketika ia menulis tentang skandal pertambangan besar di Indonesia. Liputan mendalam yang ia lakukan memperlihatkan keberaniannya mengungkap fakta meskipun harus menghadapi risiko hukum. Kejadian itu menegaskan reputasinya sebagai jurnalis investigasi yang berpegang pada prinsip.
Memasuki awal 2000-an, Bondan memulai babak baru dengan menulis kolom bertema kuliner dan perjalanan. Dari sinilah lahir komunitas pencinta kuliner yang kemudian dikenal luas. Melalui tulisan dan diskusi, ia mengajak pembaca untuk melihat makanan bukan hanya sebagai santapan, tetapi juga sebagai bagian dari budaya dan identitas suatu daerah. Setiap ulasan ia buat dengan standar tinggi: jujur, detail, dan bebas dari intervensi pihak luar. Ia menolak menerima imbalan dari pemilik usaha, menjaga agar pendapatnya tetap murni.
Popularitasnya semakin meningkat ketika ia menjadi pembawa acara televisi bertema wisata kuliner. Dengan gaya santai dan bahasa yang membumi, ia memperkenalkan berbagai hidangan nusantara kepada penonton di seluruh Indonesia. Slogan khasnya, “Pokoknya maknyus!”, menjadi ciri yang melekat kuat pada dirinya. Ungkapan itu tidak sekadar tagline, tetapi wujud ekspresinya saat menemukan cita rasa yang benar-benar memuaskan.
Bondan juga merambah dunia bisnis kuliner dengan mendirikan kafe bergaya tempo dulu yang ia beri nama unik. Tempat ini menyajikan kopi dan makanan tradisional dengan sentuhan nostalgia, mengundang pengunjung untuk bernostalgia sambil menikmati sajian berkualitas. Selain itu, ia menulis banyak buku kuliner, termasuk seri panduan tempat makan favorit di berbagai daerah. Buku-buku ini menjadi rujukan bagi pecinta kuliner dan wisatawan lokal.
Di balik kesibukannya, Bondan adalah sosok yang hangat di lingkungan keluarga. Ia gemar memasak untuk orang terdekat, terutama hidangan berkuah yang menjadi favorit keluarganya. Perannya sebagai ayah dan kakek ia jalani dengan penuh kasih sayang, selalu menyempatkan waktu berkumpul meski jadwalnya padat.
Dedikasinya pada kuliner tidak hanya berhenti pada pencarian rasa. Ia juga berupaya melestarikan makanan tradisional yang mulai jarang ditemukan. Dengan pengaruh yang ia miliki, ia mengangkat kembali resep-resep lama ke permukaan, memberi kesempatan bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai kuliner warisan bangsa. Baginya, menjaga kuliner tradisional sama pentingnya dengan menjaga warisan budaya.
Pada 29 November 2017, Bondan Winarno meninggal dunia di Jakarta. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan para penggemar kuliner. Namun, warisan yang ia tinggalkan tetap hidup. Komunitas kuliner yang ia bangun masih aktif, buku-buku yang ia tulis tetap dibaca, dan tayangan televisinya terus dikenang.
Bondan Winarno bukan hanya dikenal sebagai presenter atau jurnalis kuliner. Ia adalah sosok pelopor yang berhasil memadukan jurnalisme, budaya, dan gastronomi dalam satu paket. Gaya komunikasinya yang lugas membuat pengetahuan kuliner menjadi mudah dipahami. Integritasnya dalam menjaga objektivitas membuat ulasannya dipercaya banyak orang. Ia membuktikan bahwa makanan bisa menjadi jembatan untuk memahami sejarah, tradisi, bahkan identitas bangsa.